Friday, September 9, 2011

The Magnificent Seven (1960)

"The Magnificent Seven" merupakan sebuah film western ditahun 1960 yang disutradarai dan diproduseri oleh John Sturges. Film yang naskahnya ditulis oleh William Roberts ini merupakan adaptasi bebas dari film buah karya Akira Kurosawa tahun 1954 berjudul Seven Samurai. Film ini dibintangi oleh Yul Brynner, Eli Wallach, Steve McQueen, Charles Bronson, Robert Vaughn, James Coburn, Brad Dexter dan Horst Buchholz, dirilis pada tanggal 23 Oktober 1960 dan didistribusikan oleh United Artists Corporation.

Inilah film koboi yang dikenang sebagai salah satu film klasik terbaik arahan dari mendiang sutradara John Sturges. Musik score yang megah ditangani oleh composer Elmer Bernstein yang mendapatkan nominasi untuk kategori Best Music, Scoring of a Dramatic or Comedy Picture dalam ajang Academy Awards pada tahun 1961. Film ini memulai pengambilan gambar pada 1 Maret 1960 ini di-shoot di Meksiko dengan set perkampungan dan perbatasan Amerika yang dibangun khusus untuk keperluan syuting. Kesuksesan yang berhasil diraih film berbudget $3 juta ini memunculkan tiga sekuel, yaitu Return of the Seven (1966), Guns of the Magnificent Seven (1969), dan The Magnificent Seven Ride (1972) yang gagal. Pada tahun 1998, dibuat serial televisinya dengan judul yang sama meskipun hanya bertahan sampai pada tahun 2000.

Meskipun hanya menerima satu nominasi Oscar, tapi film ini tetap dikenang. Theme song-nya yang khas pun kini identik dengan salah satu merek rokok terkenal dan juga dipakai oleh salah satu iklan bir di Australia. Film James Bond yang berjudul Moonraker bahkan juga menggunakan lagu ini.

Ringkasan Cerita

Sebuah desa di Meksiko kerap diserang oleh para bandit yang dipimpin Calvera (Eli Wallach) untuk diambil harta dan hasil buminya. Untuk mencegah hal ini terulang kembali, para penduduk desa memutuskan untuk membeli senjata dan amunisi. Pada saat itulah, mereka bertemu dengan seorang jago tembak veteran, Chris Adams (Yul Brynner), yang menyarankan mereka untuk merekrut orang-orang yang dapat melawan para bandit tersebut. Singkat kata, Chris pun disewa untuk membela desa ini. Sadar bahwa tanpa bantuan ia tidak akan dapat melawan, pria botak inipun mengumpulkan enam orang koboi lain untuk membantunya yaitu: si pemarah yang kurang berpengalaman, Chico (Horst Buchholz); teman lama Chris bernama Harry Luck (Brad Dexter), yang bergabung karena ia mengira diajaknya untuk mencari harta karun; seorang yang bangkrut karena judi bernama Vin (Steve McQueen); seorang jago tembak dari Irlandia-Meksiko, Bernardo O'Reilly (Charles Bronson); koboi yang ahli menggunakan belati, Britt (James Coburn); dan juga Lee (Robert Vaughn). Ketujuhnya pun bahu-membahu dalam mengatasi Calvera, sekaligus membuktikan kepada para penduduk desa bahwa keberanian dan persahabatan itu adalah hal yang berharga.

(Sumber: Cinemags Magazine)

Wednesday, August 31, 2011

United 93 (2006)

"United 93" (juga dikenal dengan judul Flight 93) merupakan sebuah film crime history ditahun 2006 yang disutradarai dan diproduseri oleh Paul Greengrass. Film yang naskahnya juga ditulis oleh Greengrass ini mengisahkan tentang detik-detik kejadian yang sesungguhnya di dalam pesawat United Airlines Penerbangan 93 yang dibajak pada serangan 11 September 2001. Film ini dibintangi oleh Christian Clemenson, David Alan Basche, Cheyenne Jackson, Polly Adams, Richard Bekins, Susan Blommaert, Liza Colón-Zayas dan Denny Dillon, dirilis pada tanggal 28 April 2006 dan didistribusikan oleh Universal Pictures.

Tragedi 11 September merupakan hal yang sensitif khususnya bagi warga Amerika Serikat. Maka, ketika lima tahun setelah tragedi itu dibuat film fiksinya, banyak reaksi bermunculan terutama dari keluarga korban yang saat itu merasa terlalu awal film mengenai serangan teroris di tanah Amerika Serikat itu untuk dituangkan ke layar lebar. Ditulis dan disutradarai Paul Greengrass, film ini tidak menyorot terlalu jauh pada politik dan perang melawan terorisme yang terjadi sesudah kejadian itu, melainkan hanya membatasi lingkupnya pada apa yang terjadi di penerbangan United 93 yang gagal diarahkan para pembajak menuju targetnya karena para penumpang di dalamnya melawan.

Dimulai dengan awal penerbangan, lalu bersaling silang dengan adegan di National Air Traffic Control Center, menara bandara dan ruang komando militer, tidak ada cerita latar karakter satupun. Dengan latar sempit seperti ini serta minim musik, filmnya mampu menyajikan ketegangan dan kengerian, apalagi ini berdasarkan kisah nyata walau dialog di dalam pesawat United 93 yang asli jatuh dan semua penumpangnya tewas. Keluarga dari 40 penumpang yang tewas dalam tragedi itu turut membantu proses syuting memberikan latar belakang para korban sehingga Greengrass bisa mendapatkan informasi tambahan.

Film ini juga tidak memasang satupun aktor terkenal bahkan nama karakternya juga tidak ditonjolkan, menandakan bahwa filmnya lebih menekankan pada usaha bersama, bukan layaknya drama aksi biasa. Selain itu para aktor yang memerankan teroris dan penumpang tidak dibaurkan ketika proses syuting. Hotel dan acara makannya juga dipisah agar ketika syuting ada suasana ketegangan asli yang bisa didapatkan. Pengatur lalu-lintas udara dalam film ini adalah pegawai asli yang terlibat saat kejadian yang sebenarnya.

(Sumber: Cinemags Magazine)

Tuesday, August 9, 2011

Lawrence of Arabia (1962)

"Lawrence of Arabia" merupakan sebuah film sejarah epic ditahun 1962 yang didasarkan pada kehidupan T. E. Lawrence. Film ini disutradarai oleh David Lean dan diproduseri oleh Sam Spiegel melalui studio-nya Horizon Pictures, dengan skenario yang ditulis oleh Robert Bolt dan Michael Wilson. Film ini dibintangi oleh Peter O'Toole yang berperan sebagai karakter judul, dan juga menampilkan pemeran pendukung lainnya termasuk Alec Guinness, Anthony Quinn, Jack Hawkins dan Omar Sharif. Film ini dirilis pada tanggal 10 Desember 1962, didistribusikan oleh Columbia Pictures, dan secara luas film ini dianggap sebagai salah satu 'film terbesar dan paling berpengaruh dalam sejarah perfilman'.

Jika anda ditanya, film mana merupakan karya terbesar sutradara Inggris David Lean? Maka jawabnya adalah Lawrence of Arabia. Rupanya film ini lebih besar dibanding The Bridge on the River Kwai (1957). Andaikata anda ditanya film mana yang merupakan film terbaik aktor Inggris Peter O'Toole, maka jawabnya tentu saja sama. Begitu hebat dampak film ini, sehingga setiap kali orang teringat O'Toole, orang pun akan ingat Lawrence of Arabia.

Film ini menceritakan pengalaman Lawrence di Arab selama Perang Dunia I, dalam serangan khususnya atas Aqaba dan Damaskus, dan juga keterlibatannya dalam Dewan Nasional Arab. Secara keseluruhan, film sejarah epic ini mencakup empat hal: kemenangan gemilang atas Aqaba (Turki), ditangkap dan disiksanya Lawrence di Deraa (Turki), pembantaian total (tanpa ada yang ditawan, karena kemarahan tak terkendali Lawrence) pasukan Turki di Tafas dan jatuhnya Damaskus ke tangan Arab (pimpinan Lawrence). Kesemuanya ini dipresentasikan melalui rangkaian-rangkaian flashback.

Setelah tampil dalam beberapa peran kecil, O'Toole untuk pertama kali mendapat kesempatan menjadi pemeran utama dalam karya David Lean ini. Dan ia mengagumkan. Seorang kritikus mengatakan ia berhasil menggambarkan seorang tokoh yang berani melawan atasan dengan cara halus, yang tak suka kekuasaan totaliter, yang cerdas dan jauh berpandangan ke depan, yang lambat laun bersimpati pada bangsa Arab dan cara hidup mereka, yang berani dan enggan bergantung kepada orang lain, yang kadang-kadang menutup diri dalam duka, kesunyian dan kesakitan, yang kadang-kadang sombong, tolol dan fanatik.

Agak ironis memang akhir dari Lawrence, yang meninggal dunia dalam usia relatif muda bukan karena sebuah serangan, tapi karena kecelakaan sepeda motor yang ditumpanginya.

Film dengan biaya $15 juta dan makan waktu tiga tahun untuk pembuatannya sambil menghadapi segunung kesukaran akhirnya menjadi karya unggulan Lean. Dan dalam perhelatan Academy Awards ke-35, film ini memperoleh 10 nominasi dan akhirnya memboyong 7 piala Oscar yaitu Best Picture, Best Director, Best Art Direction, Best Cinematography, Best Original Score, Best Film Editing, Best Sound dan Best Actor (O'Toole). Dan juga memenangkan 5 kategori di Golden Globe yaitu Best Motion Picture - Drama, Best Director of a Motion Picture, Best Supporting Actor (Sharif), Most Promising Newcomer - Male (Sharif), dan Best Cinematography, Color.

Alur Cerita

Film dibuka saat T. E. Lawrence (Peter O'Toole) meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan sepeda motor pada tahun 1935. Pada upacara di Katedral Saint Paul, seorang wartawan, Jacson Bentley (Arthur Kennedy) mencoba untuk mendapatkan informasi tentang Lawrence, yang dianggap luar biasa misterius dari mereka yang mengenalnya, dengan sedikit keberhasilan.

Film pun beralih ke tahun-tahun sebelumnya selama Perang Dunia Pertama. Lawrence mulai karir militernya di British Headquarters di Kairo, Mesir, sebagai cartographer (seorang pembuat peta). Tentu saja pekerjaan ini membosankan, karena ia lebih senang berpetualang di padang gurun, apalagi setelah ada berita tentang Suku Badui menyerang Turki. Hal ini ditangkap oleh Dryden (Claude Rains) dari Biro Arab, dan ia langsung mengusulkan kepada Jendral Murray (Donald Wolfit) agar Lawrence dikirim ke Arab untuk mengetahui lebih dalam apa maunya Pangeran Faisal (Alec Guinness), sekaligus menyelidiki sampai berapa jauh keberhasilan serangan Arab terhadap Turki.

Keberanian Lawrence terhadap atasan terlihat dari dialog ini. Murray bertanya kepadanya: "Saya tak tahu apakah kamu memang tidak memiliki etiket atau seorang idiot." Jawab Lawrence: "Sayapun mempunyai persoalan sama, Pak". (Maksudnya: Saya pun tak tahu apakah anda memiliki etiket atau seorang idiot).

Di perjalanan, seorang penunjuk jalannya bernama Tafas (Zia Mohyeddin) ditembak mati oleh Sherif Ali ibn el Kharish (Omar Sharif) karena telah minum air di sumur milik Sherif tanpa izin, sedangkan keduanya berasal dari suku yang saling memusuhi, Lawrence pun meprotesnya. Dia kemudian bertemu Kolonel Brighton (Anthony Quayle), yang memerintahkan dia untuk tutup mulut kalau sudah sampai ke perkemahan Faisal, dan pergi. Lawrence segera mengabaikan perintah Brighton ketika ia bertemu Faisal. Pengetahuan dan bicaranya secara terbuka menarik sang pangeran. Brighton menyarankan Faisal mundur setelah kekalahan telak atas pihak Turki, namun Lawrence mengusulkan melakukan penyerangan ke Aqaba. Melalui Sherif Ali, ia mencoba meyakinkan Faisal untuk memberikan lima puluh orangnya untuk mencapai Aqaba, meskipun Ali ragu apa yang akan dilakukan Lawrence. Dua anak yatim remaja, Daud (John Dimech) dan Farraj (Michel Ray) segera menawarkan diri kepada Lawrence untuk ikut serta sebagai pembantunya menuju Aqaba.

Mereka pun segera berangkat menuju Aqaba dengan menyeberangi Gurun Nefud, yang dianggap telah dilalui oleh Suku Badui. Perjalanan siang malam mereka berakhir mencapai air di sebuah sumur. Salah satu rombongan bernama Gasim (I. S. Johar) ditemukan tak ada diatas untanya, dimana mereka anggap dia sudah meninggal akibat kelelahan dan jatuh dari unta-nya tanpa mereka semua sadari. Namun Lawrence yang tidak percaya Gasim telah meninggal, ia kembali untuk mencarinya dan mempertaruhkan nyawanya sendiri untuk menjemputnya kembali. Dia akhirnya menemukan Gasim dan menyelamatkannya untuk dibawa kembali menuju rombongan.

Lawrence kemudian membujuk Auda abu Tayi (Anthony Quinn) seorang, pemimpin dari Suku Howitat untuk membentuk aliansi untuk berbalik melawan Turki. Rencana Lawrence tersebut hampir gagal ketika salah satu orang Ali membunuh salah satu orang Auda atas alasan dari pertumpahan darah dari kedua suku. Karena Suku Howitat akan membalaskan kematian orangnya yang memungkinkan aliansi menjadi rapuh, Lawrence akhirnya menyatakan bahwa ia yang akan mengeksekusi pembunuhnya karena dia bukan salah satu dari orang Ali maupun Auda. Dia kaget ketika menemukan bahwa pelakunya adalah Gasim, orang yang telah diselamatkan, namun ia tetap menembaknya. Keesokan paginya, aliansi menyerbu garnisun Turki dan menuai kemenangan gemilang atas Aqaba.

Lawrence kemudian meminta Ali menyampaikan pesan ke pesisir Yenbo untuk menyuruh Feisal mengirim pasukan Arab ke Aqaba. Dan dia sendiri akan memimpin ke Kairo untuk mengabari Jenderal Allenby (Jack Hawkins) atas kemenangannya. Selama menyeberangi Gurun Sinai, Daud meninggal ketika ia jatuh ke pasir hisap. Setelah bertemu Allenby, Lawrence direkomendasikan penghargaan dan diberikan senjata dan uang untuk mendukung Arab.

Lawrence kemudian meluncurkan perang gerilya, meledakkan kereta api dan mengganggu orang-orang Turki di setiap belokan. Koresponden perang dari Amerika, Jackson Bentley (Arthur Kennedy) mengeksploitasikan untuk membuatnya terkenal di dunia. Di saat serangan, Farraj terluka parah akibat terkena ledakan detonator yang sengaja disimpan didalam bajunya. Tak mau meninggalkannya untuk disiksa musuh, Lawrence terpaksa menembaknya sebelum melarikan diri.

Ketika Lawrence dan Ali mengintai musuh di kota Dar'a, dia ditangkap bersama dengan warga Arab lainnya dan dibawah kepada Jendral Turkish Bey (José Ferrer). Lawrence kemudian dilucuti pakaiannya, dilirik, dicubit, yang membuatnya menyerang Bey. Tidak terima, Bey menyuruh orang-orangnya menyiksa Lawrence dengan dicambuki dan kemudian dilempar keluar ke jalan. Putus asa, Lawrence kembali menemui Allenby yang berada di Yerusalem, Allenby kemudian mendesaknya agar dia ikut mendukungnya untuk menyerang Damaskus, tapi Lawrence adalah seorang pria biasa, dia berubah setelah mendapatkan siksaan, dan dia tidak mau kembali dan ingin mengundurkan diri. Namun akhirnya dia mengalah dan menyetujui permintaan Allenby.

Sunday, August 7, 2011

Ben-Hur (1959)

"Ben-Hur" merupakan sebuah film epik ditahun 1959 yang disutradarai oleh William Wyler dan dibintangi oleh Charlton Heston sebagai karakter judul. Film yang skenarionya ditulis oleh Karl Tunberg ini diadaptasi dari novel ditahun 1880 berjudul Ben-Hur: A Tale of the Christ karya Lew Wallace. Film ini diproduseri oleh Sam Zimbalist dan menampilkan bintang pendukung lainnya termasuk Jack Hawkins, Haya Harareet, Stephen Boyd dan Hugh Griffith, dirilis pada tanggal 18 November 1959, dan didistribusikan oleh Metro-Goldwyn-Mayer. Film ini telah memenangkan sebelas kategori pada Academy Awards, termasuk Film Terbaik, sebuah rekor yang hanya bisa disamai oleh Titanic (1997) dan The Lord of the Rings: The Return of the King (2003).

Karya William Wyler berdurasi 212 menit ini adalah sebuah film raksasa, sebuah epic sejarah yang kadang dijuluki A Tale of Christ. Persiapan film ini menghabiskan waktu 6 tahun dan pemain (dengan ribuan figuran) serta crew bekerja di studio Cinecitta, Roma, Itali, selama 10 bulan. Karya Wyler tahun 1959 ini merupakan versi ulang film bisu dengan judul sama yang diproduksi MGM tahun 1925 yang dibintangi Ramon Novarro. Biaya produksi versi tahun 1925 adalah $4 juta, sedangkan versi 1959 ini adalah $15 juta, yang terbesar waktu itu. Dalam film ini, adegan lomba chariot (kereta yang ditarik oleh 4 ekor kuda) berlangsung selama 40 menit dan secara khusus diarahkan oleh Andrew Marton dan Yakima Canutt. Tak dapat disangkal bahwa tontonan spektakuler inilah yang menjadi kekuatan utama film ini sepanjang masa. Ada desas desus adegan lomba menewaskan seorang figuran, tapi ini dibantah oleh Heston dalam autobiografinya In the Arena (1995).

Kecuali kecemerlangan adegan chariot race, film ini menjadi film klasik karena sangat memperhatikan hubungan antar manusia. Misalnya usaha Ben-Hur mencari Miriam dan Tirzah. Kedua wanita ternyata menderita penyakit kusta dan dibuang ke Valley of Lepers di luar kota. Tapi karena kisah terjadi di tahun 26 A.D., Jesus beberapa kali ditampilkan, walaupun tidak jelas. Menjelang akhir film, kedua wanita tiba-tiba sembuh dari penyakit mereka. Tatkala Ben-Hur masih sebagai budak belian, hampir mati kehausan di padang pasir, ia pun diberikan air minum oleh Jesus.

Ringkasan Cerita

Pangeran Judah Ben-Hur (Charlton Heston) adalah seorang Yahudi dan juga pedagang kaya di Judea, sedangkan kawan baiknya semasa kecilnya bernama Messala (Stephen Boyd) adalah seorang Romawi. Kisah dimulai ketika Messala kembali ke daerah asalnya dari Roma, dimana ia diangkat menjadi Tribune Romawi. Waktu itu, Romawi dengan Kaisar Tiberius (George Relph) sedang berjaya dan Messala minta Ben-Hur untuk membantunya dengan membujuk orang Yahudi agar tak memusuhi dan memerangi Roma. Tapi Ben-Hur tak mau mengkhianati bangsanya dan hubungan antara keduanya pun putus.

Waktu Gubernur Gratus (Mino Doro) mengunjungi Judea dalam sebuah acara arakan, adik Ben-Hur, Tirzah (Cathy O'Donnell) yang menonton dari atas balkon, menyenggol genting yang sudah agak lepas. Genting pun jatuh menimpa kuda sang Gubernur, sehingga petinggi ini luka. Akibatnya parah. Ben-Hur, Tirzah dan ibu mereka Miriam (Martha Scott) ditangkap dengan tuduhan ingin membunuh Gubernur. Ben-Hur dengan tombak di tangannxa, mengancam dan memerintahkan Messala untuk membebaskan ibu dan adiknya. Tapi Messala akan segera membunuh kedua wanita jika Ben-Hur tak menyerahkan tombak.

Ben-Hur kalah dan ia dijadikan budak galley (budak yang mendayung kapal perang). Nasib baik tiba ketika kapal mendapat komandan baru, Konsul Roma Quintus Arrius (Jack Hawkins). Antara keduanya ada semacam respek mutual. Ketika diserang perompak dari Macedonia, Arrius melepaskan Ben-Hur dari belenggu dan pangeran Yahudi ini berhasil menyelamatkan jiwa si petinggi Roma.

Ketika kembali ke Judea, Ben-Hur bertemu Balthasar (Finlay Currie) dan tuannya, Sheik Ilderim (Hugh Griffith) yang memiliki empat ekor kuda Arab putih yang bagus. Ilderim memperkenalkan Ben-Hur kepada anaknya dan memintanya untuk memacu Quadriga (kereta yang ditarik oleh 4 ekor kuda) miliknya dalam Olimpiade. Dalam perlombaan itulah, Ben-Hur akan bertemu kembali dengan Messala, dan juga akan mengetahui informasi tentang ibu dan adiknya yang mengalami nasib mengenaskan.

Sunday, July 31, 2011

Stalag 17 (1953)

"Stalag 17" merupakan sebuah film perang ditahun 1953 yang disutradarai dan diproduseri oleh Billy Wilder. Film yang skenarionya ditulis oleh Wilder bersama Edwin Blum ini diadaptasikan dari sebuah opera Broadway berjudul sama karya Donald Bevan dan Edmund Trzcinski dimana keduanya merupakan tahanan di Stalag di Austria. Film ini dibintangi oleh William Holden, Don Taylor, Otto Preminger, Robert Strauss, Peter Graves dan Neville Brand, dan film ini memenangkan Oscar dalam kategori Aktor Terbaik bagi Holden.

Mengisahkan tentang tawanan perang di saat Amerika Serikat baru saja keluar Perang Dunia II memang tidak mudah. Bagaimana tidak, veteran perangnya masih hidup dan Amerika sedang dalam perang di Korea. Stalag adalah singkatan dari Stammlager, istilah bahasa Jerman yang berarti kamp tawanan perang. Setingnya tahun 1944 dimana di kamp tawanan itu ditahan ratusan tentara Amerika Serikat di bawah pengawasan Jerman. Uniknya Jerman menerapkan konvensi Jenewa di kamp itu. Walau begitu kasus tawanan yang kabur atau tewas bukan hal yang baru. Layaknya sebagian besar film karya Wilder, ceritanya sangat kuat dan karakter Sefton bisa dikatakan menjadi tokoh sentral yang sering melontarkan kalimat-kalimat sinis namun masuk akal. Karakter lain tidak kalah kuat, di dalam kamp itu mau tidak mau para tawanan harus bertahan hidup, disitulah terlihat apakah setiakawan dan pangkat masih dianggap atau tidak.

Secara tidak langsung Wilder menyajikan drama manusia yang sangat realistis, betapa penjara bisa mengubah watak manusia, bahkan tentara yang dianggap tangguh sekalipun. Uniknya karakter utamanya adalah Sefton, seorang tawanan yang egois dan tidak peduli dengan sesama tawanan lainnya sama sekali, seolah film menyelipkan pesan bahwa kalau mau bertahan hidup dalam kondisi ekstrim, jadilah orang egois.

Ringkasan Cerita

Di kamp tawanan, beberapa tawanan: Sefton (William Holden); seorang tawanan yang sinis dan hanya memikirkan dirinya sendiri, Hoffy (Richard Erdman); seorang kepala barak, Stanislas Kasava (Robert Strauss) beserta temannya Harry (Harvey Lembeck), dan juga Joey (Robinson Stone); seorang tawanan yang bisu. Lalu ada penjaga penjara yaitu tentara Jerman bernama Kolonel Von Scherbach (Otto Preminger) yang kejam dan dingin, beserta ajudannya Sersan Schulz (Sig Ruman) yang kocak tapi kejam juga. Dalam usaha untuk kabur, dua tawanan tewas dan para tawanan yang ada di barak menjadi heran, kenapa rencana kabur tersebut bisa diketahui oleh pihak Jerman, dan lambat laun mereka pun mencurigai pasti ada orang yang mengadu di dalam barak mereka tersebut.

Karena Sefton yang egois dan juga suka menyendiri, maka ia menjadi tersangka utama mereka, meskipun ia sudah menyangkal atas tuduhan tersebut. Lebih malang lagi bagi Sefton, ia dikeroyok karena dianggap pengkhianat. Kesal dengan keadaannya, Sefton melakukan penyelidikannya sendiri untuk mencari tahu siapa pengkhianat di antara mereka, dan ternyata ada kejutan yang mengerikan di akhir film.

Saturday, June 25, 2011

Sex, Lies, and Videotape (1989)

"Sex, Lies, and Videotape" merupakan sebuah film independen ditahun 1989 yang ditulis dan disutradarai oleh Steven Soderbergh. Film ini diproduseri oleh John Hardy dan Robert Newmyer, dan dibintangi oleh James Spader, Andie MacDowell, Peter Gallagher, dan Laura San Giacomo. Film yang di distribusikan oleh Miramax Films ini dirilis pada tanggal 18 Agustus 1989.

Penulis/ sutradara Soderbergh, yang terkenal lewat film Erin Brockovich (2000), Traffic (2000), Ocean's Eleven (2001) dan dua sekuelnya mengawali debut penyutradaraannya melalui film drama pemenang Palme d'Or dan penghargaan Aktor Terbaik di Festival Film Cannes pada 1989 ini. Bukan itu saja, ia juga mencatatkan namanya sebagai sutradara termuda yang pernah memperoleh penghargaan itu, yaitu 26 tahun. Dan yang ditulis dalam tempo delapan hari dan pengambilan gambar selama lima minggu serta bujet yang hanya $1.2 juta saja, film ini telah menorehkan sejarah dalam industri film independen dengan keberhasilan menarik para penonton film-film mainstream/ major label untuk menyaksikan film indie berskala kecil ini. Terbukti pada akhir penayangan di Amerika mendapati keuntungan sebanyak $24 juta lebih. Dan MacDowell, dalam peran utama ketiganya setelah St. Elmo's Fire (1985) dan Greystoke: The Legend of Tarzan (1984).

Ringkasan Cerita

Ann Millaney (Andie MacDowell), seorang istri sempurna yang terperangkap dalam perkawinan yang membosankan (nyaris tanpa seks) dengan John Mullany (Peter Gallagher), seorang pengacara yang ambisius dan egois. Tanpa sepengetahuan Ann, John ternyata menjalin hubungan dengan saudari Ann yang bawel, Cynthia (Laura San Giacomo). Namun perselingkuhan itu akhirnya terungkap setelah kedatangan seorang pria, Graham (James Spader), mantan teman sekolah John yang dapat membuat mereka bersikap jujur dan terbuka satu sama lain. Graham sendiri secara mengejutkan ternyata adalah lelaki yang jauh dari sempurna. Ia menyimpan satu koper penuh kaset-kaset video yang berisikan rekaman pengakuan puluhan wanita tentang rahasia seksual mereka. Belakangan diketahui bahwa Graham menderita impotensi dan satu-satunya cara agar ia memperoleh kepuasan seksual adalah dengan menyaksikan kembali rekaman tersebut. Yang jadi pertanyaan adalah... bagaimana caranya membuat semua orang ini terbuka dan jujur kepadanya?

Dialog-dialog yang ditulis oleh Soderbergh ditampilkan secara cerdas dan blak-blakan oleh para pemain dengan kemampuan akting menakjubkan. Mantan model, MacDowell memberikan salah satu penampilan terbaiknya sebagai gadis Selatan, San Giacomo dan Gallagher pun tak kalah bagusnya. Tapi pujian terbesar paling layak diberikan kepada Spader, mantan aktor remaja; Pretty in Pink (1986) dan Less Than Zero (1987) yang menghadirkan akting yang mendalam dengan sensitivitas tinggi. Soderbergh dan kwartet-nya ini memang pantas dicatat dalam sejarah perfilman Hollywood.

Friday, June 24, 2011

Stand by Me (1986)

"Stand by Me" merupakan sebuah film drama- petualangan ditahun 1986 yang disutradarai oleh Rob Reiner yang di adaptasikan dari novel berjudul The Body karya Stephen King. Film yang skenarionya ditulis oleh Bruce A. Evans bersama Raynold Gideon serta diproduseri oleh Evans dan Andrew Scheinman ini dibintangi oleh Wil Wheaton, River Phoenix, Corey Feldman, Jerry O'Connell dan Kiefer Sutherland, dan dirilis terbatas pada tanggal 8 Agustus 1986, serta pada tanggal 22 Agustus secara luas.


Ringkasan Cerita


Empat sahabat merasa bosan dengan liburan musim panas 1959, mereka yang hanya nongkrong-nongkrong saja di rumah pohon dan memutuskan untuk bertualang: mencari mayat bocah laki-laki yang telah dilaporkan hilang.

Terdiri dari Chris Chambers (River Phoenix), seorang anak dari keluarga penjahat dan pecandu alkohol, ia adalah sang pemimpin yang cerdas dan berani, walau sebetulnya ia memiliki banyak kecemasan akan masa depannya akibat ayahnya yang gemar memukul dan reputasi abangnya yang buruk. Si kutu buku Gordie Lachance (Wil Wheaton), sejak abangnya Denny (John Cusack) yang merupakan bintang sepakbola populer tewas dalam kecelakaan, ia menjadi diabaikan oleh orangtuanya sehingga Gordie menjadi anak yang tidak banyak bicara. Lalu ada Teddy Duchamp (Corey Feldman), anak dari seorang pria dengan gangguan jiwa yang setiap saat selalu menyakitinya, sampai-sampai ia harus menggunakan alat bantu dengar karena telinganya cidera pernah ditaruh di kompor oleh ayahnya. Terakhir adalah Vern Tessio (Jerry O'Connell), bocah gemuk dan ceroboh yang sering diganggu oleh abangnya.

Dalam perjalanan mencari mayat tersebut, keempat anak ini juga secara tidak sadar menemukan jati diri mereka sendiri. Masing-masing dengan caranya sendiri harus menghadapi ketakutannya, namun tidak sendirian; mereka berempat saling memiliki teman untuk berpegang dan bersandar. Ditengah-tengah misi itu berbagai hambatan dan bahaya menghadang mereka, selain pria mabuk dan anjingnya yang menakutkan, mereka juga senantiasa diganggu oleh Ace Merril (Kiefer Sutherland) bersama gengnya, termasuk abang Chris, Eyeball (Bradly Gregg).

Klimaks terjadi di saat-saat akhir, ketika Chris dkk berhasil menemukan mayat si anak hilang. Namun belum selesai merayakan kesuksesan tersebut, mereka dihentikan oleh Ace dan gengnya. Selama ini Chris, Gordie, Teddy dan Vern selalu dihantui ketakutan tiap berhadapan dengan kelompok ini. Tapi berkat petualangan ini mereka berhasil menghadapi ketakutan dan menemukan keberanian dalam diri mereka untuk menjadi lebih kuat. Akhirnya mereka saling berdampingan untuk melawan Ace dan komplotannya.

Perjalanan tersebut tidak pernah terulang lagi dan mereka kemudian menjalani kehidupannya masing-masing. Dalam satu musim panas yang singkat, mereka mempelajari hal yang amat penting: bahwa rasa takut itu harus dibagi, bahwa rasa cinta itu harus dibagi, dan kita akan menjadi lebih kuat apabila saling mendukung.

(Sumber: Cinemags Magazine)