"Lawrence of Arabia" merupakan sebuah film
sejarah epic ditahun 1962 yang didasarkan pada kehidupan
T. E. Lawrence. Film ini disutradarai oleh
David Lean dan diproduseri oleh
Sam Spiegel melalui studio-nya
Horizon Pictures, dengan skenario yang ditulis oleh
Robert Bolt dan
Michael Wilson. Film ini dibintangi oleh
Peter O'Toole yang berperan sebagai karakter judul, dan juga menampilkan pemeran pendukung lainnya termasuk
Alec Guinness, Anthony Quinn, Jack Hawkins dan
Omar Sharif. Film ini dirilis pada tanggal 10 Desember 1962, didistribusikan oleh
Columbia Pictures, dan secara luas film ini dianggap sebagai salah satu
'film terbesar dan paling berpengaruh dalam sejarah perfilman'.
Jika anda ditanya, film mana merupakan karya terbesar sutradara
Inggris David Lean? Maka jawabnya adalah
Lawrence of Arabia. Rupanya film ini lebih besar dibanding
The Bridge on the River Kwai (1957). Andaikata anda ditanya film mana yang merupakan film terbaik aktor
Inggris Peter O'Toole, maka jawabnya tentu saja sama. Begitu hebat dampak film ini, sehingga setiap kali orang teringat
O'Toole, orang pun akan ingat
Lawrence of Arabia.
Film ini menceritakan pengalaman
Lawrence di
Arab selama
Perang Dunia I, dalam serangan khususnya atas
Aqaba dan
Damaskus, dan juga keterlibatannya dalam
Dewan Nasional Arab. Secara keseluruhan, film
sejarah epic ini mencakup empat hal: kemenangan gemilang atas
Aqaba (
Turki), ditangkap dan disiksanya
Lawrence di
Deraa (
Turki), pembantaian total (tanpa ada yang ditawan, karena kemarahan tak terkendali
Lawrence) pasukan
Turki di
Tafas dan jatuhnya
Damaskus ke tangan
Arab (pimpinan
Lawrence). Kesemuanya ini dipresentasikan melalui rangkaian-rangkaian
flashback.
Setelah tampil dalam beberapa peran kecil,
O'Toole untuk pertama kali mendapat kesempatan menjadi pemeran utama dalam karya
David Lean ini. Dan ia mengagumkan. Seorang kritikus mengatakan ia berhasil menggambarkan seorang tokoh yang berani melawan atasan dengan cara halus, yang tak suka kekuasaan totaliter, yang cerdas dan jauh berpandangan ke depan, yang lambat laun bersimpati pada bangsa
Arab dan cara hidup mereka, yang berani dan enggan bergantung kepada orang lain, yang kadang-kadang menutup diri dalam duka, kesunyian dan kesakitan, yang kadang-kadang sombong, tolol dan fanatik.
Agak ironis memang akhir dari
Lawrence, yang meninggal dunia dalam usia relatif muda bukan karena sebuah serangan, tapi karena kecelakaan sepeda motor yang ditumpanginya.
Film dengan biaya $15 juta dan makan waktu tiga tahun untuk pembuatannya sambil menghadapi segunung kesukaran akhirnya menjadi karya unggulan
Lean. Dan dalam perhelatan
Academy Awards ke-35, film ini memperoleh 10 nominasi dan akhirnya memboyong 7 piala Oscar yaitu
Best Picture, Best Director, Best Art Direction, Best Cinematography, Best Original Score, Best Film Editing, Best Sound dan
Best Actor (O'Toole). Dan juga memenangkan 5 kategori di
Golden Globe yaitu
Best Motion Picture - Drama, Best Director of a Motion Picture, Best Supporting Actor (Sharif), Most Promising Newcomer - Male (Sharif), dan
Best Cinematography, Color.
Alur Cerita
Film dibuka saat
T. E. Lawrence (Peter O'Toole) meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan sepeda motor pada tahun 1935. Pada upacara di
Katedral Saint Paul, seorang wartawan,
Jacson Bentley (Arthur Kennedy) mencoba untuk mendapatkan informasi tentang
Lawrence, yang dianggap luar biasa misterius dari mereka yang mengenalnya, dengan sedikit keberhasilan.
Film pun beralih ke tahun-tahun sebelumnya selama
Perang Dunia Pertama.
Lawrence mulai karir militernya di
British Headquarters di
Kairo, Mesir, sebagai
cartographer (seorang pembuat peta). Tentu saja pekerjaan ini membosankan, karena ia lebih senang berpetualang di padang gurun, apalagi setelah ada berita tentang
Suku Badui menyerang
Turki. Hal ini ditangkap oleh
Dryden (Claude Rains) dari
Biro Arab, dan ia langsung mengusulkan kepada
Jendral Murray (Donald Wolfit) agar
Lawrence dikirim ke
Arab untuk mengetahui lebih dalam apa maunya
Pangeran Faisal (Alec Guinness), sekaligus menyelidiki sampai berapa jauh keberhasilan serangan
Arab terhadap
Turki.
Keberanian
Lawrence terhadap atasan terlihat dari dialog ini.
Murray bertanya kepadanya:
"Saya tak tahu apakah kamu memang tidak memiliki etiket atau seorang idiot." Jawab
Lawrence:
"Sayapun mempunyai persoalan sama, Pak". (Maksudnya:
Saya pun tak tahu apakah anda memiliki etiket atau seorang idiot).
Di perjalanan, seorang penunjuk jalannya bernama
Tafas (Zia Mohyeddin) ditembak mati oleh
Sherif Ali ibn el Kharish (Omar Sharif) karena telah minum air di sumur milik
Sherif tanpa izin, sedangkan keduanya berasal dari suku yang saling memusuhi,
Lawrence pun meprotesnya. Dia kemudian bertemu
Kolonel Brighton (Anthony Quayle), yang memerintahkan dia untuk tutup mulut kalau sudah sampai ke perkemahan
Faisal, dan pergi.
Lawrence segera mengabaikan perintah
Brighton ketika ia bertemu
Faisal. Pengetahuan dan bicaranya secara terbuka menarik sang pangeran.
Brighton menyarankan
Faisal mundur setelah kekalahan telak atas pihak
Turki, namun
Lawrence mengusulkan melakukan penyerangan ke
Aqaba. Melalui
Sherif Ali, ia mencoba meyakinkan
Faisal untuk memberikan lima puluh orangnya untuk mencapai
Aqaba, meskipun
Ali ragu apa yang akan dilakukan
Lawrence. Dua anak yatim remaja,
Daud (John Dimech) dan
Farraj (Michel Ray) segera menawarkan diri kepada
Lawrence untuk ikut serta sebagai pembantunya menuju
Aqaba.
Mereka pun segera berangkat menuju
Aqaba dengan menyeberangi
Gurun Nefud, yang dianggap telah dilalui oleh
Suku Badui. Perjalanan siang malam mereka berakhir mencapai air di sebuah sumur. Salah satu rombongan bernama
Gasim (I. S. Johar) ditemukan tak ada diatas untanya, dimana mereka anggap dia sudah meninggal akibat kelelahan dan jatuh dari unta-nya tanpa mereka semua sadari. Namun
Lawrence yang tidak percaya
Gasim telah meninggal, ia kembali untuk mencarinya dan mempertaruhkan nyawanya sendiri untuk menjemputnya kembali. Dia akhirnya menemukan
Gasim dan menyelamatkannya untuk dibawa kembali menuju rombongan.
Lawrence kemudian membujuk
Auda abu Tayi (Anthony Quinn) seorang, pemimpin dari
Suku Howitat untuk membentuk aliansi untuk berbalik melawan
Turki. Rencana
Lawrence tersebut hampir gagal ketika salah satu orang
Ali membunuh salah satu orang
Auda atas alasan dari pertumpahan darah dari kedua suku. Karena
Suku Howitat akan membalaskan kematian orangnya yang memungkinkan aliansi menjadi rapuh,
Lawrence akhirnya menyatakan bahwa ia yang akan mengeksekusi pembunuhnya karena dia bukan salah satu dari orang
Ali maupun
Auda. Dia kaget ketika menemukan bahwa pelakunya adalah
Gasim, orang yang telah diselamatkan, namun ia tetap menembaknya. Keesokan paginya, aliansi menyerbu garnisun
Turki dan menuai kemenangan gemilang atas
Aqaba.
Lawrence kemudian meminta
Ali menyampaikan pesan ke pesisir
Yenbo untuk menyuruh
Feisal mengirim pasukan
Arab ke
Aqaba. Dan dia sendiri akan memimpin ke
Kairo untuk mengabari
Jenderal Allenby (Jack Hawkins) atas kemenangannya. Selama menyeberangi
Gurun Sinai,
Daud meninggal ketika ia jatuh ke pasir hisap. Setelah bertemu
Allenby, Lawrence direkomendasikan penghargaan dan diberikan senjata dan uang untuk mendukung
Arab.
Lawrence kemudian meluncurkan perang gerilya, meledakkan kereta api dan mengganggu orang-orang
Turki di setiap belokan. Koresponden perang dari
Amerika,
Jackson Bentley (Arthur Kennedy) mengeksploitasikan untuk membuatnya terkenal di dunia. Di saat serangan,
Farraj terluka parah akibat terkena ledakan detonator yang sengaja disimpan didalam bajunya. Tak mau meninggalkannya untuk disiksa musuh,
Lawrence terpaksa menembaknya sebelum melarikan diri.
Ketika
Lawrence dan
Ali mengintai musuh di kota
Dar'a, dia ditangkap bersama dengan warga Arab lainnya dan dibawah kepada Jendral Turkish Bey (José Ferrer). Lawrence kemudian dilucuti pakaiannya, dilirik, dicubit, yang membuatnya menyerang Bey. Tidak terima, Bey menyuruh orang-orangnya menyiksa Lawrence dengan dicambuki dan kemudian dilempar keluar ke jalan. Putus asa, Lawrence kembali menemui Allenby yang berada di Yerusalem, Allenby kemudian mendesaknya agar dia ikut mendukungnya untuk menyerang Damaskus, tapi Lawrence adalah seorang pria biasa, dia berubah setelah mendapatkan siksaan, dan dia tidak mau kembali dan ingin mengundurkan diri. Namun akhirnya dia mengalah dan menyetujui permintaan Allenby.